Jayengrono / Amir Hamzah
Sekilas Kisah Menak
Kisah Menak bersumber dari kesusastraan Persia berjudul Qissa'i Emr
Hamza yang muncul pada zaman pemerintahan Sultan Harun Al Rasyid
(766-809)M. Cerita ini masuk ke Melayu dengan nama Hikayat Amir Hamzah
dan kemudian disasur ke dalam bahasa Jawa dengan nama Serat Menak.
Intisari Cerita Menak mengisahkan perjalanan kepahlawanan Amir
Hamzah, paman Nabi Muhammad SAW, dalam memerangi orang-orang kafir
sewaktu menyebarkan agama Islam. Kisah ini mengalami berbagai pengkayaan
dengan sumber-sumber cerita di daeah penyebaran. Cerita kepahlawanan
Amir Hamzah muncul dalam kesusastraan Melayu sebelum tahun 1511 M dan
dikenal luas pada saat kerajaan Malaka mencapai kejayaan. Hikayat
tersebut masuk ke Indonesia sejalan dengan penyebaran agama Islam dan
kemudian disadur menjadi kisah Menak.
Tidak diketahui secara pasti kapan dilakukan penyaduran cerita dari
Melayu ke dakam bahasa Jawa. Hanya saja, Serat Menak tertua yang pernah
ditemukan ditulis oleh Carik Narawita pada tahun 1639 J atau 1715 M atas
perintah Kanjeng Ratu Mas Blitar, Permaisuri Pakubuwana I. Akan tetapi
tulisan tersebut konon bukan teks asli, melainkan salinan dari teks yang
lebih tua.
Di Jawa, kisah Menak yang pasti diperkirakan lahir pada zaman
Pemerintahan Sultan Agung Mataram sekitar tahun 1613-1645 M. Sedangkan
dari sumber Melayu, penulisan cerita Menak diperkirakan terjadi pada
abad ke-15 dan 16.
Penggunaan kata Menak sebagai sebutan untuk Amir Hamzah, dapat
dibandingkan dengan sebutan Menak Jingga pada serat Damarwulan. Dalam
sastra Jawa pertengahan yaitu sastra Kidung, Kata Menak pun sudah muncul
yang berarti berbudi luhur, mulia, dan tampan. Serat Menak juga
dipengaruhi Serat Panji yang populer pada masa itu.
Dalam cerita Menak, nama-nama tokohnya disesuaikan dengan nama Jawa
seperti Omar bin Omayya menjadi Umar Maya, Qobat Shehriar menjadi Kobat
Sarehas, Badi'ul Zaman menjadi Imam Suwangsa, Mihrningar menjadi Dewi
Muninggar, Qoraishi menjadi Dewi Kuraishin, Unekir menjadi Dewi
Adaninggar, dll.
Garis Besar Kisah Menak
Kisah Menak menceritakan permusuhan Amir Ambyah atau Wong Agung
Jayengrana yang berasal dari Mekah dengan Raja Nursewan yang juga
mertuanya dari Medayin. Raja Nursewan yang kafir tidak mau tunduk. Ia
selalu berusaha mencari bantuan dan perlindungan dari raja-raja lain
yang mau memusuhi Amir Ambyah sehingga terjadilah perang yang
berkepanjangan.
Setelah tak ada lagi kerajaan yang perlu ditaklukkan, Amir Ambyah
kembali ke Medinah dan bertemu Nabi Muhammad. Ketika Madinah diserang
pasukan Medayin yang bersekutu dengan Raja Lakat dan Raja Jenggi, Amir
Ambyah maju ke medan perang dangugur sebagai prajurit Allah.
Marmoyo & Jiweng
Dalang Wayang Golek Menak Kebumen
Ki Shindu Djotarjono (seorang Dalang Wayang Golek Kebumen)
adalah sejarah kejayaan Wayang Golek didaerah Kebumen pada
th-1950an-1980an. Cerita yang dipentaskan diambil dari kisah Menak, maka
terkenal dengan nama Wayang Golek Menak khas Kebumen. Beliau belajar
mendalang secara otodidak turun temurun dari orang tuanya, dengan
melihat mendengar dan belajar sendiri tanpa ada pendidikan khusus.
Beliau adalah keturunan dari dalang-dalang terdahulu.
Ki Shindu Djotardjono
Ki Kuswanto Sindu
Pementasan Wayang Golek Menak di Museum Wayang Jakarta
Ki Kuswanto Shindu adalah dalang wayang golek menak Kebumen, putra dari Ki Shindu Djotardjono.
Beliau seorang dalang sekaligus pembuat wayang golek. Sekitar tahun 80an beliau mengawali karirnya menjadi dalang, hingga sekarang ini beliau masih menekuni profesi tersebut, namun disamping itu beliau juga sebagai pembuat Wayang Golek Menak, Wayang Wahyu, Wayang Golek Jawa, dan yang baru-baru ini beliau menciptakan kreasi baru yaitu Wayang Golek Purwa.
Wayang Golek Purwo